A.
Pendahuluan
Cara
penghidupan suatu bangsa sangat erat hubungannya dengan tingkat pendidikannya.
Pendidikan bukan hanya sekedar mengawetkan kebudayaan dan meneruskannya dari
generasi ke generasi, akan tetapi juga diharapkan dapat mengubah dan
mengembangkan pengetahuan.
pendidikan
harus berusaha supaya pembawaan yang baik dapat berkembang semaksimal mungkin,
dan pembawaan yang buruk supaya ditekan dan direm, sehingga tidak dapat tumbuh.
Lingkungan
besar sekali pengaruhnya terhadap pembentukan kebiasaan yang khusus,
sifat-sifat kepribadian, (seperti jujur, gembira, dapat dipercaya), kepercayaan
nilai dan sikap. Yang dimaksud dengan lingkungan adalah semua pengaruh dari
luar seperti rumah tangga, sekolah, masyarakat, keadaan ekonomi, hal melepas
lelah, tempat beribadah, tempat tinggal di desa atau di kota, dan lain
sebagainya.
Dalam
tatanan kehidupan yang telah mengalami kemajuan dalam berbagai bidang,
khususnya dalam bidang informasi, tidak menutup kemungkinan bahwa pengaruh luar
dalam proses pendidikan tidak hanya sebatas pada adat istiadat dan budaya
masyarakat di mana proses pendidikan berjalan. Akan tetapi, budaya luar dalam
hal ini budaya asing (baca; Barat) akan mempengaruhi pendidikan di negara kita.
Dalam hal ini, bentuk apa saja pengaruh budaya luar terhadap pendidikan kita?
B.
Pengaruh Kebudayaan Barat dalam Tatanan Pendidikan
Kita
Interaksi sosial dan budaya
yang dialaminya, juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan dari dalam
kehidupan mereka. Pada saat tersebut, mereka pun secara jelas sedang mengalami
goncangan-goncangan yang sering bermakna pada anggota badannya hingga
membingungkan.
Dalam kehidupan antar bangsa
yang tidak dapat kita hindarkan adalah terdapatnya interaksi budaya dan norma
antar barat dan timur dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kita ketahui dan
sadari setiap interaksi sosial akan memberikan pengaruh satu dengan yang lain,
baik langsung ataupun tidak langsung, sedikit ataupun banyak pengaruh tersebut
dapat berbentuk adaptasi yang positif, dalam arti tidak menimbulkan kegoncangan
dan permasalahan. Namun tidak jarang dapat merusak dan mencemaskan serta
merugikan kebudayaan bangsa yang dihormati dan diamalkan aspek-aspeknya. dalam
kehidupan sehari-hari bukan tidak mungkin akan terdesak dan semakin
ditinggalkan oleh mereka yang sangat tertarik, bahkan tergila-gila dengan
unsur-unsur budaya asing. Kenyataan menunjukan bahwa kadangkala orang timur
yang terpesona dengan kebudayaan barat akan hidup dengan pola kebarat-baratan
dan antipati terhadap budaya bangsa sendiri.
Salah satu gejala sosial yang
paling sederhana, dapat dilihat pada permasalahan perasaan malu. Jika dulu
perasaan malu dominan dalam kehidupan masyarakat, namun kini perasaan tersebut
semakin menipis dan menguap, sehingga melicinkan mereka untuk melakukan hal-hal
yang semula di pandang kurang bahkan tidak pantas. Di antara pengaruh dunia Barat yang tertanam pada
bangsa kita, khususnya anak usia sekolah adalah sebagai berikut:
1.
Selebmania
Seleb berarti ternama, kesohor
atau figur. Selebritis berarti orang ternama, kesohor atau yang dijadikan
figur, selebmania berarti pengagung berat tokoh-tokoh ternama tersebut. Tokoh
ternama yang dimaksud adalah artis atau mereka yang terjun di dunia hiburan
baik sebagai penyanyi, bintang film, sinetron, foto model, peragawati, atau
presenter dunia hiburan.
Selebmania, kultusme atau kekaguman yang berlebihan
terhadap artis. Sekarang sudah menjadi wabah penyakit baru dikalangan remaja
modern, para remaja dengan tanpa melihat moral artis tetap saja tergila-gila
dengan sosok artis idolanya. Bahkan tak terbatas sampai di sana, merekapun
berlomba meniru artis pujaannya itu.
2.
Premium Call
Untuk golongan menengah ke atas
terutama mereka yang memiliki jaringan telepon rumah dan headphone, perluang
untuk berbuat maksiat terbuka lebar. Dan tak dapat dipungkiri ada juga premium call untuk tujuan positif
premium call pada hakekatnya merupakan salah satu kemudahan yang dihasilkan
oleh jaringan komunikasi pintar (intellegent network) dilingkungan PT melalui
premium call dapat diperoleh berbagai informasi yang mungkin diperlukan
masyarakat yaitu informasi yang mungkin diperlukan masyarakat yaitu informasi
umum/layanan masyarakat, hiburan, bisnis/ekonomi dan informasi langsung.
Kenyataan di lapangan premium call banyak disalah
gunakan kini premium call bukan hanya sebagai alat komunikasi saja. Tetapi
bentuk hand phone kini dianggap sebagai asesoris untuk pelengkap penampilan
sebagai penambah gaya,
modis dan trendy, mereka merasa malu/tidak gaul kalau tidak mempunyai alat
tersebut, dan dan mereka tidak mau ketinggalan zaman sehingga apa pun caranya
mereka lakukan untuk bisa membeli alat tersebut.
3.
Diskotik dan
Pub
Diskotik atau Pub sudah dikenal
sejak zaman penjajahan. Tempat ini sudah dimafhumi sebagai tempat maksiat.
Diskotik bukan saja tempat ajojing atau diskotik tapi juga khalwat, ikhtilat pamer aurat mejeng tak karuan. Bahkan
transaksi seks tempat tersebut dikenal pula sebagai tempat mabuk-mabukan dan
transaksi narkoba.
4.
Punk Club
Kelompok punk muncul pertama kali pada tahun 1975.
punk sendiri artinya bahasa slang untuk menyebut penjahat atau perusak, sama
seperti pendahulunya. kaum punk juga menyatakan dirinya lewat dandanan pakaian dan rambut yang berbeda. Orang-orang punk
menyatakan dirinya sebagai golongan yang anti fashion dengan semangat dan etos
kerja semuanya dikerjakan sendiri (do-it yourself) yang tinggi.
Ciri khas dari punk adalah celana jeans sobek-sobek
peniti cantel (safety pins) yang dicantelkan atau di kenakan di telinga, pipi,
aksesoris lain seperti swastika, kalung anjing, dan model rambut spike-top dan
mohican. Model rambut spike-top atau model rambut standar kaum punk sementara
model rambut mohican atau biasa disebut dengan mohawk yaitu model rambut yang
menggabungkan gaya
spike-top dengan cukur di bagian belakang dan samping untuk menghasilkan efek
bentuk bulu-bulu yang tinggi, atau sekumpulan krucut. Kadang-kadang mereka mengecet
rambutnya dengan warna-warna cerah seperti hijau menyala, pink, ungu dan orange.
Punk adalah kelompok remaja
radikal yang menentang berbagai bentuk kemapanan hidup bebas tanpa aturan
adalah kehidupan yang didambakannya. Dandanan yang tidak karuan seperti itu
bagi mereka sebuah kemajuan. Para orang tua hendaknya dapat membentengi putra-putrinya
dengan pondasi moral yang kokoh agar anak tidak terjerumus dalam kelompok
berbahaya ini.
5.
Narkoba dan
Miras
Tidak ada hubungannya narkoba dengan prestasi,
gengsi, kemajuan zaman. Apalagi modernisasi narkoba (narkotik dan obat-obatan
berbahaya), naza (narkotika dan zat adiktif) atau ada yang menyebut napza
(narkotik psikopika dan zat adiktif) adalah produk zahiliyah yang dibuat
manusia yang kehilangan sifat kemanusiaannya. Karena itu sangatlah hina remaja
yang merasa modern dengan narkoba dan miras, yang saat ini ramai di bicarakan
di mana-mana.
Ekses negatif narkoba bukan hanya terbatas pada
kesehatan pisik dan psikis si pemakai, tapi juga akan diikuti dengan ekses
sosial ekonomi yang sangat merugikan. Perkelahian pelajar, pencurian,
perampokan dan kejahatan lainnya. Umumnya ekses dari narkoba dan miras.
Jelaslah
bahwa maraknya berbagai jenis narkoba dan miras sekarang ini telah jelas-jelas
membunuh para generasi muda yang seharusnya memikul tanggung jawab sebagai
generasi penerus.
6.
Sek Bebas
Ciri-ciri
ideal mewujudkan negeri baldatun thayyibatun warobbun ghafur yang diceritakan
sejak dulu, semakin jauh panggang dari api. Cita-cita itu hanya hinggap
didunia impian dan sekedar fatamorgana yang indah di pandang, namun realitasnya
sangat menyakitkan. Saban hari kebebasan di dengung-dengungkan, namun
kenyataannya (kebebasan itu) hanya memperlebar borok masa silam.
Kebobrokan semakin telanjang. Indonesia makin
terbelenggu syahwat (harta, tahta dan wanita), kenyataan menjadi malapetaka dan
ironisnya, Indonesia semakin tenggelam dalam hubungan syahwat dan bermandikan
birahi korupsi, kolusi, nepotisme, perselingkuhan, perzinahan, pelecehan
seksual dan obral aurat bukan barang yang aneh lagi.
Tapi masalahnya lain, jika justru hal itu terjadi
di negara yang dianggap sangat kental keagaamannya seperti halnya di Indonesia,
akan ditemukan disana unsur-unsur pelanggaran birahi yang kental.
Munculnya dorongan seksual pada kaum remaja dipicu oleh perubahan dan pertumbuhan hormon
kelamin sebagai akibat dari kematangan mental dan fisik free sex atau sex
bebas, nampaknya sudah menjadi trend bagi remaja modern. Prilaku yang diadopsi dari
prilaku remaja barat ini seolah mendapat pembenaran media. Terbukti saban hari
tayangan mengenai free sex dan free love menjadi tema utama dalam sebagian
besar film dan sinetron yang di tanyangkan televisi. Akibatnya, para remaja
beranggapan seks bebas adalah hal yang lumrah diera modern ini.
Padahal sex bebas bukan saja merusak martabat
manusia, tapi juga dengan sengaja mensejajarkan diri dengan binatang. Seks
bebas atau zina sudah jelas dosa besar. Kehidupan muda-mudi tingkat SMA dan
perguruan tinggi yang umumnya mengaku Islami. Menurut berbagai pemberitaan
media, dan penuturan pakar seksologi, banyak dikalangan ini yang berobat karena
kelemahan di kelaminnya sebagian sudah terjangkit penyakit seksual dan sebagain
lagi baru gejala.
C.
Pendidikan Moral dan Budi Pekerti Sebagai Solusi Menangkal
Budaya Barat
Manusia Indonesia menempati posisi sentral dan
strategis dalam pelaksanaan pembangunan nasional, sehingga diperlukan adanya
pengembangan sumber daya manusia (SDM) secara optimal. Pengembangan SDM dapat
dilakukan melalui pendidikan mulai dari dalam keluarga, hingga lingkungan
sekolah dan masyarakat.
Salah satu SDM yang dimaksud bisa berupa generasi
muda (young generation) sebagai estafet pembaharu merupakan kader
pembangunan yang sifatnya masih potensial, perlu dibina dan dikembangkan secara
terarah dan berkelanjutan melalui lembaga pendidikan sekolah. Beberapa fungsi
pentingnya pendidikan sekolah antara lain untuk : 1) perkembangan pribadi dan
pembentukan kepribadian, 2) transmisi cultural, 3) integrasi sosial, 4)
inovasi, dan 5) pra seleksi dan pra alokasi tenaga kerja. Dalam hal ini jelas
bahwa tugas pendidikan sekolah adalah untuk mengembangkan segi-segi kognitif,
afektif dan psikomotorik yang dapat dikembangkan melalui pendidikan moral.
Dengan memperhatikan fungsi pendidikan sekolah di atas, maka setidaknya
terdapat 3 alasan penting yang melandasi pelaksanaan pendidikan moral di sekolah,
antara lain : 1). Perlunya karakter yang baik untuk menjadi bagian yang utuh
dalam diri manusia yang meliputi pikiran yang kuat, hati dan kemauan yang
berkualitas, seperti : memiliki kejujuran, empati, perhatian, disiplin diri,
ketekunan, dan dorongan moral yang kuat untuk bisa bekerja dengan rasa cinta
sebagai ciri kematangan hidup manusia. 2). Sekolah merupakan tempat yang lebih
baik dan lebih kondusif untuk melaksanakan proses belajar mengajar.
3).Pendidikan moral sangat esensial untuk mengembangkan sumber daya manusia
(SDM) yang berkualitas dan membangun masyarakat yang bermoral (Lickona, 1996 ,
P.1993).
Pelaksanaan pendidikan moral ini sangat penting,
karena hampir seluruh masyarakat di dunia, khususnya di Indonesia, kini sedang
mengalami patologi social yang amat kronis. Bahkan sebagian besar pelajar dan
masyarakat kita tercerabut dari peradaban eastenisasi (ketimuran) yang beradab,
santun dan beragama. Akan tetapi hal ini kiranya tidak terlalu aneh dalam
masyarakat dan lapisan social di Indonesia yang hedonis dan menelan peradaban
barat tanpa seleksi yang matang. Di samping itu system [pendidikan Indonesia
lebih berorientasi pada pengisian kognisi yang eqivalen dengan peningkatan IQ
(intelengence Quetiont) yang walaupun juga di dalamnya terintegrasi pendidikan
EQ (Emotional Quetiont). Sedangkan warisan terbaik bangsa kita adalah tradisi
spritualitas yang tinggi kemudian tergadai dan lebih banyak digemari oleh orang
lain di luar negeri kita, yaitu SQ (Spiritual Quetiont). Oleh sebab itu, perlu
kiranya dalam pengembangan pendidikan moral ini eksistensi SQ harus
terintegrasi dalam target peningkatan IQ dan EQ siswa.
Akibat dari hanyutnya SQ pada pribadi masyarakat
dan siswa pada umumnya menimbulkan efek-efek social yang buruk. Bermacam-macam
masalah sosial dan masalah-masalahh moral yang timbul di Indonesia seperti :
1). meningkatnya pembrontakan remaja atau dekadensi etika/sopan santun pelajar,
2). meningkatnya kertidakjujuran, seperti suka bolos, nyontek, tawuran dari
sekolah dan suka mencuri, 3). berkurangnya rasa hormat terhadap orang tua,
guru, dan terhadap figur-figur yang berwenang, 4). meningkatnya kelompok teman
sebaya yang bersifat kejam dan bengis, 5) munculnya kejahatan yang memiliki
sikap fanatik dan penuh kebencian, 6). berbahsa tidak sopan, 7). merosotnya
etika kerja, 8). meningkatnya sifat-sifat mementingkan diri sendiri dan
kurangnya rasa tanggung jawab sebagai warga negara, 9). timbulnya gelombang
perilaku yang merusak diri sendiri seperti perilaku seksual premature,
penyalahgunaan mirasantika/narkoba dan perilaku bunuh diri, 10). timbulnya
ketidaktahuan sopan santun termasuk mengabaikan pengetahuan moral sebagai dasar
hidup, seperti adanya kecenderungan untuk memeras tidak menghormati
peraturan-peraturan, dan perilaku yang membahayakan terhadap diri sendiri atau
orang lain, tanpa berpikir bahwa hal itu salah (Koyan, 2000, P.74).
Untuk merespon gejala kemerosotan moral tersebut,
maka peningkatan dan intensitas pelaksanan pendidikan moral di sekolah
merupakan tugas yang sangat penting dan sangat mendesak bagi kita, dan perlu
dilaksanakan secara komprehensif dan dengan menggunakan strategi serta model
pendekatan secara terpadu, yaitu dengan melibatkan semua unsur yang terkait
dalam proses pembelajaran atau pendidikan seperti : guru-guru, kepala sekolah
orang tua murid dan tokoh-tokoh masyarakat. Tujuan pendidikan moral tidak
semata-mata untuk menyiapkan peserta didik untuk menelan mentah konsep-konsep
pendidikan moral, tetapi yang lebih penting adalah terbentuknya karakter yang
baik, yaitu pribadi yang memiliki pengetahuan moral, peranan perasaan moral dan
tindakan atau perilaku moral (Lickona, 1992. P. 53 )
Pada sisi lain, dewasa ini pelaksanan pendidikan
moral di sekolah diberikan melalui pembelajaran pancasila dan kewarganegaraan
(PPKn) dan Pendidikan agama akan tetapi masih tampak kurang pada keterpaduan
dalam model dan strategi pembelajarannya Di samping penyajian materi pendidikan
moral di sekolah, tampaknya lebih berorientasi pada penguasaan materi yang
tercantum dalam kurikulum atau buku teks, dan kurang mengaitkan dengan isu-isu
moral esensial yang sedang terjadi dalam masyarakat, sehingga peserta didik
kurang mampu memecahkan masalah-masalah moral yang terjadi dalam masyarakat
Bagi para siswa,adalah lebih banyak untuk menghadapi ulangan atau ujian, dan
terlepas dari isu-isu moral esensial kehidupan mereka sehari-hari. Materi
pelajaran PPKn dirasakah sebagai beban, dihafalkan dan dipahami, tidak
menghayati atau dirasakan secara tidak diamalkan dalam perilaku kehidupan
hari-hari.
Dalam upaya untuk meningkatkan kematangan moral
dan pembentukann karakter siswa. Secara optimal ,maka penyajian materi
pendidikan moral kepada para siswa hendaknya dilaksanakan secara terpadu kepada
semua pelajaran dan dengan mengunakan strategi dan model pembelajaran seccara
terpadu, yaitu dengan melibatkan semua guru, kepala sekolah ,orang tua murid,
tokoh-tokoh masyarakat sekitar. Dengan demikian timbul pertanyaan,bahan kajian
apa sajakah yang diperlukan untuk merancang model pembelajaran pendidikan moral
dengan mengunakan pendekatan terpadu?
Untuk mengembangkan strategi dan model
pembelajaran pendidikan moral dengan menggunakan pendekatan terpadu ,diperlukan
adanya analisis kebutuhan (needs assessment) siswa dalam belajar pendidikan
moral. Dalam kaitan ini diperlukan adanya serangkaian kegiatan, antara lain :
(1) mengidentifikasikan isu-isu sentral yang bermuatan moral dalam masyarakat
untuk dijadikan bahan kajian dalam proses pembelajaran di kelas dengan
menggunakan metode klarifikasi nilai (2) mengidentifikasi dan menganalisis
kebutuhan siswa dalam pembelajaran pendidikan moral agar tercapai kematangan
moral yang komprehensif yaitu kematangan dalam pengetahuan moral perasaan
moral,dan tindakan moral, (3) mengidentifikasi dan menganalisis masalah-masalah
dan kendala-kendala instruksional yang dihadapi oleh para guru di sekolah dan
para orang tua murid di tua murid dirumah dalam usaha membina perkembangan
moral siswa, serta berupaya memformulasikan alternatif pemecahannya, (4)
mengidentifikasi dan mengklarifikasi nilai-nilai moral yang inti dan universal
yang dapat digunakan sebagai bahan kajian dalam proses pendidikan moral, (5)
mengidentifikasi sumber-sumber lain yang relevan dengan kebutuhan belajar
pendidikan moral.
Dengan memperhatikan kegiatan yang perlu dilakukan
dalam proses aplikasi pendidikan moral tersebut, kaitannya dengan kurikulum
yang senantiasa berubah sesuai dengan akselerasi politik dalam negeri, maka
sebaiknya pendidikan moral juga dilakukan penngkajian ulang untuk mengikuti
competetion velocities dalam persaingan global. Bagaimanapun negeri ini
memerlukan generasi yang cerdas, bijak dan bermoral sehingga bisa
menyeimbangkan pembangunan dalam keselarasan keimanan dan kemajuan jaman.
Pertanyaannya adalah siapkah lingkungan sekolah (formal-informal), masyarakat
dan keluarga untuk membangun komitmen bersama mendukung keinginan tersebut ?
Karena nasib bangsa Indonesia ini terletak dan tergantung pada moralitas
generasi mudanya.
D.
Penutup
Sebagai penutup dari uraian makalah ini, penulis
mengajak kepada semua pihak, khususnya kalangan pendidikan dan orang-orang yang
memiliki kewenangan dalam menentukan arah pendidikan di negeri ini, untuk
merumuskan kembali tentang tujuan pendidikan kita, dan ranah-ranah mana saja
yang harus mendapat penekanan dalam proses pendidikan.
Dalam zaman serba modern ini, tidaklah mungkin
suatu bangsa untuk menutup diri dari menjalin hubungan dengan dunia luar, akan
tetap perlu diwaspadai tidak semua yang datang dari dunia luar itu membawa
kepada kemajuan, justru banyak hal-hal negatif yang datang sehingga dapat
merusak tatanan kehidupan bangsa, apalagi jika menerpa bangsa yang nilai
pendidikannya rendah.
Referensi:
Al-Quussy, Abd. Aziz, 1974, Pokok-pokok Kesehatan Jiwa/Mental, terjemahan Zakiyah Darajat,
Jakarta: Bulan Bintang.
Kamma, Lewwa. 2008. Merancang Pendidikan Moral
dan Budi Pekeri. Geogle.
Moh, Nur Abd-al-Hamid, 1977, Manhaj al-Tarbiyah an-Nabawiyah li al-Thifli, Terjemahan Kuswandi,
dkk., Bandung: Hizan.
no comment
ReplyDeleteKesimpulan nya di mana
ReplyDelete