Terima Kasih Atas Kunjungan dan comentnya

Terima Kasih Atas Kunjungan dan comentnya

Thursday, July 7, 2011

PERKEMBANGAN DAN AKTUALISASI BERAGAMA MASA REMAJA DAN DEWASA


A.     Pendahuluan
Manusia adalah makhluk yang beketuhanan atau disebut homodivinous (makhluk yang percaya adanya Tuhan) atau disebut juga homoreligious artinya makhluk yang beragama. Berdasarkan hasil riset dan observasi, hampir seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa pada diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal. Kebutuhan ini melebihi kebutuhan-kebutuhan lainnya, bahkan mengatasi kebutuhan akan kekuasaan. Keinginan akan kebutuhan tersebut merupakan kebutuhan kodrati, berupa keinginan untuk mencintai dan dicintai Tuhan (Jalaluddin, 1997 : 54-57).
Perkembangan jiwa keagamaan pada manusia dimulai sejak manusia dilahirkan ke dunia. Pada masa anak-anak, manusia mengenal agama lewat pengalamannya melihat orang tua melaksanakan ibadah, mendengarkan kata Allah dan kata agamis yang mereka ucapkan dalam berbagai kesempatan. Sikap bergama terus berkembang sejalan dengan perkembangan pola pikir dan perkembangan usia. Keagamaan pada masa remaja lebih meningkat dibanding dengan masa anak-anak, dan keagamaan orang dewasa akan lebih meningkat dibanding dengan masa remaja.

B.     Perkembangan Agama Masa Remaja
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduk tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenilitas (adolescantium), pubertas dan nubilitas (Jalaludin, 200874).
Sejalan dengan tahap perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya, penghayatan para remaja terhadap agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada masa remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain:
1.      Pertumbuhan Pikiran dan Mental
Ide dan unsur keyakinan beragama diterima dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudayaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
Berdasarkan penelitian, bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih banyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya, ajaran agama yang kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal mudah merangsang pengembangan pikiran dan mental para remaja, sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi sikap keagamaan mereka.
2.      Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estetis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan religius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang religius pula. Sebaliknya, bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Masa remaja merupakan masa kematangan seksual. Didorong oleh perasaan ingin tahun dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
3.      Pertimbangan Sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam kehidupan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingun menentukan pilihan itu. Karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka para remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialistis.


4.      Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencapai proteksi. Tipe moral yang juga terlihat pada para remaja juga mencukupi:
a.       Self-directif, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
b.      Adaptive, mengikuti situasi lingkungan tanpa mengadakan kritik.
c.       Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
d.      Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
e.       Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
5.      Sikap dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka (besar kecil minatnya).
6.      Ibadah
a.       Pandangan para remaja terhadap ajaran agama, ibadah, dan masalah doa sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oscar Kupky menunjukkan:
1)      Seratus empat puluh delapan siswi dinyatakan bahwa 20 orang di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman keagamaan sedangkan sisanya (128) mempunyai pengalaman keagamaan yang 68 di antaranya secara alami (tidak melalui pengajaran resmi).
2)      Tiga puluh satu orang di antara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses alami mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan di balik keindahan alam yang mereka nikmati.
b.      Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut:
1)      42 % tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.
2)      33 % mengatakan mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan doa mereka.
3)      27 % beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita.
4)      18 % mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.
5)      11 % mengatakan bahwa sembahyang mengingatkan tanggung jawab dan tuntutan sebagai anggota masyarakat.
6)      4 % mengatakan bahwa sembahyang merupakan kebiasaan yang mengandung arti yang penting.
Jadi, dari hasil penelitian di atas hanya 17% yang mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% di antaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.
Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja banyak tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam diri mereka. Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan. Remaja memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara fisik remaja mengalami pertumbuhan yang sangat pesat, dan sudah menyamai fisik orang dewasa. Namun, pesatnya pertumbuhan fisik itu belum diimbangi secara setara oleh perkembangan psikologisnya. Kondisi seperti itu menyebabkan remaja mengalami kelabilan.
Dalam mengatasi kegalauan pada diri remaja, tokoh dan pemuka agama memiliki peran strategis dalam mengatasi kemelut batin remaja, bila mereka mampu melakukan pendekatan yang tepat. Sebaliknya bila gagal, maka kemungkinan yang terjadi adalah para remaja akan menjauhkan diri dari agama, mencari agama baru, atau rujuk ke nilai-nilai agama yang dianutnya dan mengubah sikap menjadi lebih taat.



C.     Perkembangan Agama Masa Dewasa
Pada umumnya, ketika seorang telah mencapai usia dewasa, dia sudah mempunyai banyak ilmu pengetahuan dan pengalaman. Bila mereka melanjutkan studi, berarti telah berada pada pendidikan tinggi. Sedangkan selainnya mereka langsung berhadapan dengan maslah pekerjaan, masalah kemasyarakatan dan perkawinan. Dalam menghadapi beberapa permasalahan itu diantara mereka ada yang mampu menyelesaikan dengan sukses dan ada pula yang menglami kegagalan. Kegagalan yang dialami oleh orang dewasa dianggap sebagai suatu kewajaran. Memang terkadang juga menimbulkan kegoncangan jiwa, namun karena pada dasarnya pada usia dewasa ini mempunyai kesiapan mental, maka mereka mampu mengendalikan diri (Ramayulis, 2002:273)
Kemantapan jiwa orang dewasa setidaknya memberikan gambaran tentang bagaimana sikap keberagamaan pada orang dewasa. Mereka sudah memiliki tanggung jawab terhadap sistem nilai yang dipilihnya, baik sistem nilai yang bersumber dari ajaran agama maupun yang bersumber dari norma-norma lain dalam kehidupan. Pokoknya, pemilihan nilai-nilai tersebut telah didasarkan atas pertimbangan pemikiran yang matang. Berdasarkan hal ini, maka sikap keberagamaan seseorang di usia dewasa sulit untuk berubah. Jika pun terjadi perubahan mungkin proses itu terjadi setelah didasarkan atas pertimbangan yang matang.
Sikap keberagamaan orang dewasa memiliki perspektif yang luas didasarkan atas nilai-nilai yang dipilihnya. Selain itu, sikap keberagamaan ini umumnya juga dilandasi oleh pendalaman dan pengertian dan perluasan pemahaman tentang ajaran agama yang dianutnya. Beragama, bagi orang dewasa sudah merupakan sikap hidup dan bukan sekedar ikut-ikutan.
Sejalan dengan tingkat perkembangan usianya, maka sikap keberagamaan pada orang dewasa antara lain memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.      Menerima kebenaran agama berdasarkan pertimbangan pemikiran yang matang, bukan sekedar ikut-ikutan.
2.      Cenderung bersifat realis, sehingga norma-norma agama lebih banyak diaplikasikan dalam sikap dan tingkah laku.
3.      Bersikap positif terhadap ajaran, dan norma-norma agama, dan berusaha untuk mempelajari dan memperdalam pemahaman keagamaan.
4.      Tingkat ketaatan beragama didasarkan atas pertimbangan dan tanggung jawab diri hingga sikap keberagamaan merupakan realisasi dari sikap hidup.
5.      Bersikap lebih terbuka dan wawasan yang lebih luas.
6.      Bersikap lebih kritis terhadap materi ajaran agama sehingga kemantapan beragama selain didasarkan atas pertimbangan pikiran, juga didasarkan atas pertimbangan hati nurani.
7.      Sikap keberagamaan cenderung mengarah ke tipe-tipe kepribadian masing-masing, sehingga terlihat adanya pengaruh kepribadian dalam menerima, memahami serta melaksanakan ajaran agama yang diyakininya.
8.      Terlihat adanya hubungan antara sikap keberagamaan dengan kehidupan sosialm, sehingga perhatian terhadap kepentingan organisasi sosial keagamaan yang sudah berkembang (Jalaludin, 2008:107-108).

D.    Penutup
Dari pembahasan yang telah disampaikan di muka diketahui bahwa keberagamaan pada setiap orang dipengaruhi oleh beberapat faktor, di antaranya faktor usia. Oleh karena, keberagamaan remaja akan berbeda dengan keagamaan orang dewasa. Karena kestabilan jiwa para remaja berimplikasi pada sikap keberagamaan mereka yang masih labil. Sementara pada orang dewasa keberagamaan sudah dibilang matang karena kematangan kepribadian mereka.
 

REFERENSI:
Jalaludin. 2008.  Psikologi Agama: Memahami Perilaku Keagamaan dengan Mengaplikasikan Prinsip-prinsip Psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Ramayulis. 2004. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Kalam Mulia.
Darajdat, Zakiah. s1993. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Bandung: Ruhama.

No comments:

Post a Comment