Terima Kasih Atas Kunjungan dan comentnya

Terima Kasih Atas Kunjungan dan comentnya

Saturday, September 17, 2011

Penanaman Kecintaan terhadap Rasul dan Membaca Al-Quran dalam Pembinaan Kepribadian Remaja


A.     Pendahuluan
Kunci pendidikan terletak pada pendidikan agama di sekolah, dan kunci pendidikan agama di sekolah terletak pada pendidikan agama dalam rumah tangga. Kunci pedidikan agama dalam rumah tangga itu ialah mendidik anak menghormati Allah, orang tua dan guru. Kunci menghormati Allah, orang tua dan guru terletak dalam iman kepada Allah. (Ahmad Tafsir, 2001:187-188). Untuk itu penanaman nilai-nilai religius pada anak usia remaja sangatlah penting, di antaranya adalah menanamkan kecintaan pada Rasulullah SAW. dan membiasakan membaca al-Quran. Hal ini sebagaimana telah disinggung oleh Rasulullah SAW. dalam haditsnya sebagai berikut:
أَدِّبُوْا أَوْلاَدَكُمْ عَلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ حُبِّ نَبِيِّكُمْ وَأَهْلِ بَيْتِهِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ (رواه الديلمي عن علي)
Didiklah anak-anak kalian dengan tiga hal; mencinta nabimu dan ahli baitnya (keluarganya), serta dengan membaca al-Quran (HR. Al-Dailamy dari ’Aly) (al-Sayyid Ahmad al-Hasyimy, t.th.:7-8).

Menanamkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW. dalam pembinaan kepribadian diperlukan, karena dalam pembinaan mereka diperlukan sebuah figur, karena remaja sentiasa mencari-cari seseorang untuk dijadikan contoh. Dalam hal ini, nyata remaja hari ini lebih mengagumi tokoh-tokoh popular, yang menonjol barangkali karena rupa paras, ilmu atau kelebihan yang dimiliki dan remaja lebih suka menjadikan mereka idola atau pujaan hati mereka.
Dengan menanamkan kecintaan terhadap Rasulullah SAW. berarti mendidik remaja agar memahami dengan sepenuh hati kaitan penghayatan sirah Rasulullah SAW. dengan kelangsungan hidup mereka, sehingga mereka mampu menumbuhkan kecintaan dan usaha dari dalam diri mereka sendiri untuk terus mencari dan menghayati sirah Rasulullah SAW sepanjang hayat mereka.
Adapun pembinaan kepribadian remaja melalui pembiasaan membaca al-Quran, karena proses internalisasi nilai-nilai agama tidak akan mungkin dapat berhasil jika remaja tidak dekat dengan sumber pokok ajaran agama, yaitu al-Quran. Kedekatan dengan al-Qur’an hanya bisa terjadi jika terus menerus berinteraksi dengan al-Qur’an dalam segala bentuknya, seperti membaca al-Quran, tahfidz, tadabbur dan mengajarkannya secara intens. Al-Quran adalah obat yang dapat memberikan ketenangan bagi pembancanya.

B.     Penanaman Mencintai Rasulullah SAW. serta Mencintai Membaca Al-Quran
Remaja merupakan individu yang berada dalam masa transisi antara anak-anak menuju dewasa yang memiliki berbagai kebutuhan. Kebutuhan yang beragam tersebut telah menjadi motif. Munculnya motif pada diri remaja didasarkan pada keadaan remaja serta lingkungan remaja berada. Masa ini bisa juga dikatakan sebagai masa yang paling menyenangkan tapi sekaligus juga paling membingungkan. Masa di mana seseorang mulai memikirkan tentang cita-cita, harapan, dan keinginan-keinginannya. Namun juga masa yang membingungkan, karena ia mulai menyadari masalah-masalah yang muncul ketika ia mencoba untuk mengintegrasikan antara keinginan diri dan keinginan orang-orang di sekitarnya.
  Pada saat inilah orangtua memiliki peranan yang sangat penting untuk menolong anak remajanya, supaya mereka tidak salah jalan. Tetapi tidak dapat dipungkiri kalau pada saat yang sama orangtua mengalami kesulitan dalam menghadapi perubahan-perubahan yang di alami remaja, baik secara fisik maupun psikis. Oleh karena itu orangtua perlu melakukan pendekatan-pendekatan yang tepat agar dapat mengerti dan memahami masalah anak remajanya. Jika tidak maka hal ini akan menyebabkan banyak kesalahpahaman di antara mereka.
Dalam hal ini ada dua pendekatan yang ditawarkan dalam mengarahkan remaja, khususnya dalam pembinaan kepribadian mereka, yaitu pendekatan keteladanan dan pendekatan keagamaan. Pendekatan keteladanan diperlukan karena dalam perkembangannya, remaja sangat membutuhkan figur teladan yang bisa merefleksikan jati diri mereka. Di akhir periode ini, anak-anak akan punya kecenderungan yang sangat kuat untuk meniru apapun yang ada pada diri kebanyakan orang terutama mereka yang menjadi lingkungan baginya. Para psikolog menamai sebuah gejala kejiwaan dari seorang anak pada usia ini yang selalu ingin meniru orang lain secara fisik dengan istilah “peniruan”. Keinginan ini sangat cepat timbulnya dan akan cepat juga berhenti ketika sumber peniruan itu tidak ada.
Ada pula jenis peniruan yang bersifat nonfisik. Prosesnya berlangsung perlahan tetapi pengaruhnya sangat kuat menempel pada akal dan jiwa (Hadi Nahr tt.:86). Contoh konkretnya adalah perilaku taqlid (patuh) dan peneladanan kepada pribadi-pribadi agung. Kepribadian mereka akan sangat kuat mempengaruhi anak-anak muda. Anak-anak muda mempunyai kecenderungan untuk merasa tertarik, meneladani dan menghormati orang-orang yang mulia, yang memiliki sifat-sifat keteladanan, dan yang memiliki pengaruh kuat pada masyarakat, seperti para pejabat, tokoh, para juara, orang-orang sukses, serta guru sekolah dan ustadz madrasah (Hadi Nahr, tt.:140).
Para psikolog berpendapat bahwa pada dalam diri setiap manusia terdapat kebutuhan untuk memiliki idola (Jamil Shaliba, tt.:728). Kebutuhan ini sangat signifikan. Dalam pandangan para psikolog itu, kepribadian ideal yang menjadi idola bagi tiap manusia itu akan sangat bermacam-macam dan bergantung kepada berbagai faktor, seperti fisik, kejiwaan, dan sosial. Idola itu sangat mungkin kemudian akan diejawantahkan dalam paradigma dan cita-cita hidupnya.
Dalam pengertian seperti ini, tentulah idola akan menjadi faktor yang sangat penting bagi manusia, terutama anak-anak yang berada pada akhir-akhir fase remaja ini. Satu hal yang perlu ditekankan adalah bahwa idola ini, meskipun tidak beranjak dari sekedar konsep, tidak menemui realitasnya, atau tidak sampai membentuk paradigma serta cita-cita hidup, ia akan tetap tinggal dalam benak. Karena itu, si anak tetap memerlukan contoh dan teladan dalam kehidupannya. Dalam hal ini, idola terbaik tentulah pribadi-pribadi agung yang miliki oleh orang-orang saleh sehingga dapat mempengaruhi mereka dalam pembentukan kepribadiannya.
Kehidupan orang-orang saleh itu penuh dengan nilai-nilai kebajikan yang sangat diperlukan manusia sebagai pegangan. Peneladanan anak-anak kepada mereka inilah yang akan membentuk kepribadian mulia, mengikuti apa yang mereka teladani. Jika mereka sampai kehilangan teladan, elan vital mereka akan membeku, semangat mengendur, dan mungkin saja keperluan meneladani ini akan mereka alihkan kepada pribadi-pribadi awam di lingkungan sekitarnya.
Oleh sebab itu, orang tua berkewajiban untuk mengarahkan pandangan, pikiran, dan kecenderungan anak-anak ke arah pribadi-pribadi teladan sejak Nabi Adam a.s. hingga orang-orang mulia zaman sekarang. Pada diri mereka terdapat teladan-teladan yang secara historis memiliki konteks yang khas, tetapi semuanya mengandung nilai kemuliaan, kebajikan, dan kepemimpinan dalam hidup. Keteladanan yang suci tersebut memiliki pengaruh dan tempat yang mulia di seluruh sudut kehidupan anak-anak. Dampak dari peneladanan itu akan termanifestasikan dalam kepribadian, mental, logika, dan paradigma hidup mereka. Pada gilirannya, hal ini akan mendorong si anak untuk mencapai posisi tinggi sebagaimana yang telah dicapai oleh orang-orang saleh yang mereka teladani.
Apabila kita mencoba untuk mengamati perkembangan anak secara teliti, akan kita temukan bahwa pada masa–masa anak belum mencapai usia balig terdapat suatu kecendrungan kuat dalam diri anak untuk mencapai tokoh yang dianggapnya paling hebat dalam segala hal, agar anak itu bisa menirunya dan bertindak seolah-olah dia juga memiliki kehebatan seperti apa yang telah dimiliki oleh tokoh yang ia kaguminya. Maka oleh karena itu pendidikan Islam memiliki sebuah metode yang sangat hebat dalam menyalurkan kecendrungan anak tersebut dengan menjadikan Rasulullah SAW. sebagai tokoh yang dikagumi karena memiliki sifat–sifat yang tidak dimiliki oleh orang lain selain beliau. Keagungan akhlak dan kepribadian beliau telah menjadi sebuah nilai yang tidak dapat diragukan lagi oleh siapa pun. Allah SWT. berfirman:
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا (الأحزاب:21)
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah (Depag RI, 2004:670).
Untuk meneladani seseorang perlu didahului dengan rasa cinta terhadap orang yang diteladaninya. Hal ini sesuai dengan pepatah yang dilontarkan penyair Arab, sebagai berikut:
لَوْ كَانَ حُبُّكَ صَادِقاً َلأَطَعْتَهُ إِنَّ المُحِبَّ لِمَنْ يُحِبُّ مُطِيْع
Sekiranya cintamu itu benar niscaya engkau akan mentaatinya Karena orang yang mencintai tentu akan mentaati orang yang dicintainya (M. Rafi’i, 2001 dalam http://mrafiisagpaifungsionalhss.blogspot.com).
Oleh karena itu, agar anak remaja dapat menjadikan Rasulullah SAW. sebagai teladan dalam hidupnya, para orang tua dan pendidik lainnya berkewajiban untuk menanamkan kecintaan pada diri rejama terhadap baginda Rasulullah SAW. Hal ini sesuai dengan sabda Beliau,
أَدِّبُوْا أَوْلاَدَكُمْ عَلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ حُبِّ نَبِيِّكُمْ وَأَهْلِ بَيْتِهِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ (رواه الديلمي عن علي)
Didiklah anak-anak kalian dengan tiga hal; mencintai nabimu dan ahli baitnya (keluarganya), serta dengan membaca al-Quran (HR. Al-Dailamy dari ’Aly) (al-Sayyid Ahmad al-Hasyimy, t.th.:7-8).
Ada beberapa langkah yang dapat dilakukan dalam menanamkan kecintaan pada diri remaja terhadap Rasulullah SAW. di antaranya:
1.      Menceritakan nilai-nilai luhur yang dimiliki oleh Rasulullah SAW.
2.      Mengenalkan ajaran-ajaran syariat yang dibawa oleh Rasulullah SAW.
3.      Mengikutkan remaja pada kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan peristiwa Rasulullah SAW., seperti peringatan-peringatan haris besar Islam.
4.      Memberikan teladan kepada remaja tentang sikap dan perilaku orang yang mencintai Rasulullah SAW.
Adapun pendekatan kedua dalam membina kepribadian remaja adalah pendekatan keagamaan melalui pembiasaan membaca al-Quran. Menanamkan kebiasaan membaca Al-Quran pada diri remaja merupakan aplikasi pendidikan keagamaan pada diri remaja, karena membaca Al-Quran merupakan bagian dari nilai-nilai pendidikan Agama.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa usia remaja adalah usia peralihan dari anak-anak menjelang dewasa, yang merupakan masa perkembangan terakhir bagi pembinaan kepribadian atau masa persiapan untuk memasuki umur dewasa, problemnya tidak sedikit. Salah satu di antara problem yang dihadapi remaja adalah kepribadian mereka, khususnya yang berhubungan dengan moral dan agama. Tampaknya masalah ini semakin memuncak, terutama di kota-kota besar barang kali pengaruh hubungan dengan budaya asing semakin meningkat melaui film, bacaan, gambar-gambar dan hubungan langsung dengan orang asing (turis) yang dating dengan berbagai sikap dan kelakuan. Biasanya kemerosotan moral disertai oleh sikap menjauh dari agama. Nilai-nilai moral yang tidak didasarkan kepada agama akan terus berubah sesuai dengan keadaan, waktu dan tempat. Keadaan dan nilai-nilai yang berubah itu menimbulkan kegoncangan pula, karena menyebabkan orang hidup tanpa pegangan yang pasti. Nilai yang tetap dan tidak berubah adalah nilai-nilai agama, karena nilai agama itu absolut dan berlaku sepanjang zaman, tidak dipengaruhi oleh waktu, tempat dan keadaan (Zakiyah Daradjat, 2003:145-147).
Pada masa remaja anak mengalami masa transisi, yaitu dari keadaan yang tenang dan tidak banyak berdebat memasuki masa goncangan karena pertumbuhan jasmani terjadi secara cepat. Hal ini disertai timbulnya kecemasan dan kekuatiran, bahkan kepercayaan kepada agama yang telah tumbuh pada umur sebelumnya mungkin juga mengalami kegoncangan karena kecewa terhadap dirinya. Maka pada masa ini kepercayaan kepada Tuhan kadang-kadang sangat kuat dan kadang-kadang menjadi ragu atau berkurang, yang terlihat pada cara ibadahnya kadang-kadang rajin dan kadang-kadang malas (Hening Sulistiani, 2009:32).
Untuk mengatasi permasalahan di atas dibutuhkan adanya pembinaan mental dan kepribadian remaja. Bagi umat Islam bentuk pembinaan anak dan remaja dapat dilakukan dengan memberi contoh dan membiasakan melakukan perbuatan-perbuatan yang baik sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mahjudin yang mengatakan bahwa:
Menanamkan nilai-nilai akhlak/moral kepada anak remaja dapat dilakukan dalam bentuk: (1) mengarahkan dan mengajak untuk selalu mengerjakan ibadah, karena ibadah dapat meluhurkan perbuatan manusia, (2) mengarahkan agar rajin mengikuti pengajian-pengajian, ceramah-ceramah agama dan kegiatan keagamaan lainnya, karena dalam kegiatan-kegiatan itu terkandung ajakan untuk selalu berbuat baik (Mahjuddin, 1995:75).
Pendapat di atas memberi gambaran bahwa bentuk-bentuk pembinaan mental lebih ditekankan pada pemberian arahan dan bimbingan dalam membentuk ajaran-ajaran agama, misalnya ibadah, pengajian-pengajian, ceramah agama maupun kegiatan-kegiatan keagamaan lainnya. Selanjutnya Anwar Masy’ari mengatakan bahwa:
Bentuk-bentuk pembinaan mental keislaman bagi remaja-remaja Islam dapat ditempuh melalui pengajian Al-Qur’an yang dapat dilakukan setiap saat guna menumbuhkembangkan kegemaran remaja membaca Al-Qur’an dan belajar (ceramah) dan diskusi tentang keislaman serta kegiatan-kegiatan sosial seperti peringatan hari-hari besar Islam dan mengarahkan remaja untuk terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan yang bercirikan Islam (Anwar Masy’ari, 1995:76).
Sebagaimana dikatakan Masy’ari di atas bahwa salah satu point penting dalam pembinaan kepribadian remaja adalah melalui pengajian al-Quran. Menanamkan kecintaaan membiasakan membaca al-Quran pada diri remaja merupakan salah upaya untuk mengalihkan mereka dari bacaan-bacaan yang tidak mendidik, karena al-Quran merupakan satu-satunya bacaan terbaik. Hal ini sebagaimana dikatakan Hasby Ash Shiediqy,
Al-Quran adalah mu’jizat terbesar nabi Muhammad SAW. yang paling utama dan merupakan kitab suci yang menjadi sumber hukum Islam, dan ia adalah sebaik-baik bacaan, dimana dengan membacanya sudah termasuk ibadah yang ditulis dalam sebuah mushaf (Hasby Ash Shiediqy, 199:3).
Membaca al-Quran adalah suatu aktivitas melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan atau dalam hati, mengeja atau melafalkan apa yang ditulis dalam sebuah kitab yang dijadikan sebagai pedoman hidup ummat Islam yakni al-Quran. aktivitas yang mencakup aktifitas fisik maupun mental, fisik terkait dengan gerakan mata dan ketajaman penglihatan sedangkan mental terkait dengan ingatan dan pemahaman.
Landasan utama diperintahkannya membaca Al-Quran berasal dari kata iqra' yang artinya bacalah. Merupakan kata pertama dari penerimaan wahyu kepada Nabi Muhammad SAW. Kata ini penting bagi orang yang belum pernah membaca sama sekali. Pengertiannya al-Quran, bahkan bagi orang yang tidak bisa membacanya sama sekali. Pengertian iqra' yang memiliki maksud memerintahkan seseorang untuk membaca kitab (Al-Quran). Hal ini tidak ditujukan hanya kepada Nabi Muhammad SAW saja, tetapi juga untuk umat manusia sepanjang sejarah kemanusiaan, karena realisasi perintah tersebut merupakan kunci pembuka jalan hidup dunia dan akhirat (Quraish Shihab, 1998:167).
Kebiasaan membaca al-Quran merupakan sebuah aktivitas yang dapat menjadi penawar bagi kebimbangan dan keraguan yang dirasakan oleh remaja. Hal ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap manusia hidup selalu membutuhkan adanya suatu pegangan hidup yang disebut agama, untuk merasakan bahwa dalam jiwanya ada perasaan yang meyakini adanya Zat Yang Maha Kuasa sebagai tempat untuk berlindung dan memohon pertolongan, sedangkan al-Quran dapat dapat memberikan ketenangan jiwa bagi yang membacanya, dan inilah yang menunjukkan bahwa al-Quran merupakan obat penyakit yang ada di dalam jiwanya. Allah SWT. berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ جَاءَتْكُمْ مَوْعِظَةٌ مِنْ رَبِّكُمْ وَشِفَاءٌ لِمَا فِي الصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (يونس:57)
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman (Depag RI, 2004:315).
Dari uraian di atas dapat dibuatkan kesimpulan bahwa menanamkan kecintaan pada diri remaja membiasakan membaca al-Quran merupakan salah satu upaya terbaik dalam membina kepribadian remaja.
Untuk menanamkan kecintaan membaca al-Quran pada diri remaja perlu diberikan motivasi pada diri mereka. Ada 10 motivasi pilihan, yang jika ditanamkan kuat-kuat pada diri remaja akan menggugah minat baca mereka. Kesepuluh motivasi pilihan itu adalah :
1)      Aktivitas membaca bisa mendatangkan inspirasi. Inspirasi akan diperoleh jika kita tekun membaca sesuai minat atau panggilan jiwa.
2)      Reading habit bisa menggali bakat dan potensi diri, lalu dikembangkan secara optimal, sehingga setiap orang mampu meningkatkan kualitas SDM-nya secara mandiri.
3)      Kebiasaan membaca dapat memacu daya nalar (intelektual).
4)      Kebiasaan membaca bisa melatih konsentrasi, sebab mustahil kita akan mampu memahami dan mengerti isi materi bahan bacaan secara baik dan benar, jika saat membaca kita tak berhasil melakukan konsentrasi.
5)      Bagi orang usia tua, kebiasaan membaca bahan pustaka bermutu bisa mencegah terjadinya kepikunan, karena kegiatan membaca secara rutin akan memelihara/ memperbaiki daya ingat seseorang.
6)      Bahan bacaan bisa sebagai sarana rekreasi. Orang tua bisa mengajak anggota keluarganya berkunjung ke perputakaan, memberikan buku (bacaan) yang sesuai minat baca putra-putrinya, apalagi jika saatnya tepat di hari ulang tahun mereka, atau mendiskusikan secara serius tetapi santai-topik bacaan apa saja yang aktual dan dapat menarik perhatiannya.
7)      Dengan sering berkonsentrasi karena banyak membaca, maka pikiran dan emosi seseorang menjadi kian terkendali, sehingga mudah untuk berpikir positif dalam menyikapi berbagai masalah.
8)      Terpeliharanya konsentrasi melalui kebiasaan membaca buku bermutu, jika dipupuk secara teratur dan berlanjut, pada saatnya, akan menumbuhkan kekuatan jiwa untuk meraih berbagai kemampuan, termasuk meraih sukses sekaligus kebahagiaan.
9)      Aktivitas membaca termasuk perintah Tuhan kepada seluruh umat manusia. “Bacalah, bacalah atas nama Tuhanmu Yang Maha Pemurah, Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah, yang mengajar manusia dengan perantaraan kalam, dari apa-apa yang tidak diketahuinya” (QS. Al-’Alaq:1-5). Ayat tersebut justru merupakan ayat Al-Quran yang pertama-tama diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad SAW. Sebab itu, kebiasaan membaca bisa dimotivasi sebagai bagian integral dari kegiatan ibadah yang pasti banyak mendatangkan berkah.
10)  Kegemaran membaca bisa membuat seseorang sebagai autodidak, dapat melakukan pendidikan seumur hidup (long life education) tanpa harus bergantung pada pendidikan formal yang biayanya kian meroket (Irli Sri Suciati, dalam Mimbar Pustaka Jatim No.01/Th.I/Januari-Maret 2007:13-15)
Sedangkan upaya yang dapat dilakukan agar remaja membiasakan diri membaca al-Quran adalah:
1.      Jadikan para remaja agar mahir membaca al-Quran. Karena dari sinilah mereka mulai mengenal al-Quran. Bahkan ini harus mulai diberikan sejak usia dini.
2.      Berikan sugesti melalui dalil-dalil yang menerangkan tentang keutamaan membaca al-Quran.
3.      Terangkan isi kandungan kandungan al-Quran dari setiap ayat yang dibaca sesuai dengan kemampuan dan daya nalar mereka.
4.      Menciptakan lingkungan keluarga untuk membiasakan membaca al-Quran.
5.      Berikan buku-buku yang membahas tentang kandungan al-Quran.
Yang paling pokok dari kelima cara di atas lingkungan merupakan merupakan faktor utama yang memberikan pengaruh terhadap diri remaja. Karena lingkungan merupakan madrasah pertama bagi pembentukan kepribadian remaja.
C.     Hikmah Mencintai Rasulullah SAW. dan Mencintai Membaca Al-Quran terhadap Pembentukan Kepribadian Remaja
1.      Hikmah Mencintai Rasulullah SAW. terhadap Pembentukan Kepribadian Remaja
Mencintai Nabi Muhammad SAW. adalah suatu keniscayaan dan menduduki peringkat yang paling tinggi, tentu setelah kecintaan kepada Allah SWT, dibandingkan dengan kecintaan kepada selain beliau. Seseorang belum dikatakan sungguh-sungguh mencintai Rasulullah SAW. jika ia masih menomorduakan kecintaan kepada beliau di bawah kecintaan kepada selain beliau. Mari kita renungkan firman Allah SWT. dalam Q.S. At-Taubah ayat 24,
قُلْ إِنْ كَانَ آَبَاؤُكُمْ وَأَبْنَاؤُكُمْ وَإِخْوَانُكُمْ وَأَزْوَاجُكُمْ وَعَشِيرَتُكُمْ وَأَمْوَالٌ اقْتَرَفْتُمُوهَا وَتِجَارَةٌ تَخْشَوْنَ كَسَادَهَا وَمَسَاكِنُ تَرْضَوْنَهَا أَحَبَّ إِلَيْكُمْ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَجِهَادٍ فِي سَبِيلِهِ فَتَرَبَّصُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Katakanlah, “Jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri dan kaum keluarga kalian; juga harta kekayaan yang kalian khawatirkan kerugiannya, dan rumah-rumah tempat tinggal yang kalian sukai adalah lebih kalian cintai daripada Allah dan RasulNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan (azab)-Nya.” Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang fasiq (Depag RI, 2004:281).
Kecintaan kepada Allah SWT. dan Rasul-Nya juga merupakan parameter keimanan seseorang. Lebih dari itu, manisnya iman akan dirasakan seorang muslim jika dia telah menjadikan Allah swt. dan Rasul-Nya lebih dia cintai daripada ragam kecintaannya kepada sekelilingnya. Rasulullah saw. telah bersabda:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَ>َ حَلاَوَةَ اْلإِيْمَانِ أَنْ تَكُوْنَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبُّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لاَيُحِبُّهُ إِلاَّ اللهُ، وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِى الْكُفْرِ بَعْدَ إِذْ أَنْقَذَهُ اللهُ مِنْهُ، كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُلْقَى فِى النَّارِ (رواه البخارى ومسلم عن أنس)
Ada tiga perkara, siapa yang memilikinya, ia telah menemukan manisnya iman: 1) orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya lebih daripada yang lainnya; 2) orang yang mencintai seseorang hanya karena Allah; 3) orang yang tidak suka kembali kepada kekufuran sebagaimana ia tidak suka dilemparkan ke dalam api neraka (Sayyid Ahmad Al-Hasyimi, tt.:62).

Bersungguh-sungguh mengenal dan meneladani setiap gerak laku Rasulullah SAW, akan mendapat keuntungan yang dapat segera dirasakan manfaatnya. Apa saja yang akan kita peroleh dengan meneladani akhlak Rasulullah SAW? Ada enam keuntungan. Pertama, hidup akan terasa lebih mudah dan indah. Meniru akan jauh lebih mudah daripada menciptakan. Dan, meniru kebaikan bukanlah hal tercela, bahkan akan bernilai ibadah. Apalagi meniru Rasulullah SAW! Dengan meniru beliau, hidup menjadi lebih mudah karena segala sesuatunya telah dicontohkannya.
Ada sebuah ilustrasi bahwa kita akan lebih menikmati berjalan di rimba belantara bila kita disertai pemandu yang sudah sangat paham, berpengalaman, dan menguasai medan. Begitu juga perumpamaan orang yang selalu mencontoh Rasul SAW. Ia akan bisa menikmati beragam episode hidup, betapa pun sulitnya, karena telah ada pembimbing dan teladan terbaik yang menguasai medan kehidupan.
Kedua, hidup menjadi lebih mulia dan terhormat. Dengan meneladani Rasulullah SAW, orang akan merasakan dampak dari kesabaran, kerendahan hati, keikhlasan, kedermawanan, dan kemuliaan akhlak diri. Karena standar prilaku Rasulullah SAW begitu tinggi dan mulia, secara tidak langsung-baik sadar maupun tidak, akan mengangkat martabat, kehormatan, serta kemuliaan bagi siapa pun yang menirunya. Allah SWT. berfirman:
وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيمٍ (القلم:4)
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung (Depag RI, 2004:960).
Ketiga, akan disukai dan disayangi orang lain. Rasul SAW. adalah pribadi yang sangat menyenangkan dan penuh manfaat bagi orang banyak. Dengan mencontohnya akan menjadi pribadi yang menyenangkan dan bermanfaat. Konsekuensinya, pribadi seperti ini akan melahirkan simpati, rasa hormat, dan kasih sayang dari orang lain.
Keempat, hidup akan penuh prestasi. Rasul SAW. adalah tipe orang yang selalu menjaga mutu dari setiap prilaku. Beliau selalu berusaha untuk melakukan yang terbaik, dengan konsep yang jelas, perencanaan yang matang,
sikap profesional, dan dengan etos kerja yang prima. Hasilnya pun terbukti dan teruji kualitasnya hingga sekarang. Bisa dibayangkan jika kita hidup dengan meniru cara beliau hidup. Kemampuan berkarya dan berprestasi akan makin melejit, potensi berkembang maksimal, aneka masalah akan terkemas menjadi sesuatu yang bernilai tambah bagi kemajuan hidup.
Kelima, akan dicintai Allah. Dia (Allah SWT) telah berjanji untuk mencintai siapapun yang mencintai kekasih-Nya. Rasulullah SAW. adalah orang yang paling dicintai Allah. Bila kita mencintai beliau, maka otomatis cinta Allah pun akan mengaliri kehidupan kita.
Dari uraian yang telah disampaikan di atas dapat disimpulkan bahwa hikmah mencintai Rasulullah SAW. bagi pembentukan kepribadian remaja adalah terbentuknya pribadi yang dipenuhi dengan akhlak karimah, memiliki semangat juang tinggi, memiliki prestasi gemilang, optimis, menjadi teladan bagi orang lain, profesional dan memiliki etos kerja yang tinggi.
2.      Hikmah Membaca Al-Quran terhadap Pembentukan Kepribadian Remaja
Al-Qur`an adalah kalamullah, firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi kita Muhammad selama 23 tahun. Ia adalah kitab suci umat Islam yang merupakan sumber petunjuk dalam beragama dan pembimbing dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Oleh karena itu, merupakan suatu kewajiban bagi seorang muslim untuk selalu berinteraksi aktif dengan al-Qur’an, menjadikannya sebagai sumber inspirasi, berpikir dan bertindak. Membaca al-Qur’an merupakan langkah pertama dalam berinteraksi dengannya, kemudian diteruskan dengan tadabbur, yaitu dengan merenungkan dan memahami maknanya sesuai petunjuk salafus shalih, lalu mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari, kemudian dilanjutkan dengan mengajarkannya.
Banyak sekali keutamaan-keutamaan orang yang membaca al- Quran, melihat begitu agungnya kitab suci ini, Hasby Ash Shidieqi dalam bukunya Pedoman Dzikir dan Do’a memberikan beberapa keutamaan dalam membaca al-Quran di antaranya:
1)      Ditempatkan dalam barisan orang-orang besar yang utama dan tinggi.
2)      Memperoleh beberapa kebajikan dari tiap-tiap huruf yang dibacanya dan bertambah derajatnya di sisi Allah.
3)      Dinaungi dengan payung rahmat, dikelilingi oleh para malaikat dan diturunkan Allah kepadanya ketenangan dan kewaspadaan.
4)      Digemilangkan hatinya oleh Allah dan dipelihara dari kegelapan.
5)      Diharumkan baunya, disegani dan dicintai oleh orang-orang shalih.
6)      Tiada gundah hati di hari kiamat karena senantiasa dalam pemeliharaan dan penjagaan Allah SWT.
7)      Memperoleh kemuliaan dan diberi rahmat kepada bapak ibunya.
8)      Terlepas dari kesusahan akhirat (Hasby Ash Shidieqi, 1990:153-155).

Muhammad Iqbal Ahmad Gazali dalam bukunya ”Keutamaan Membaca al-Quran dan Menghafalnya” menyebutkan lima manfaat membiasakan membaca al-Quran, yaitu 1) Menjadi manusia yang terbaik;  2) Kenikmatan yang tiada bandingnya; 3) al-Qur`an memberi syafaat di hari kiamat; 4) Pahala berlipat ganda; dan 5) Dikumpulkan bersama para malaikat (Muhammad Iqbal Ahmad Gazali, 2010:3-4).
Manfaat dan hikmah yang telah disampaikan di atas, sekarang telah dibuktikan oleh para ilmuwan melalui beberapa riset, di antaranya Dr. Al Qadhi, melalui penelitiannya yang panjang dan serius di Klinik Besar Florida Amerika Serikat, berhasil membuktikan hanya dengan mendengarkan bacaan ayat-ayat Al-Quran, seorang muslim, baik mereka yang berbahasa Arab maupun bukan, dapat merasakan perubahan fisiologis yang sangat besar.
Penurunan depresi, kesedihan, memperoleh ketenangan jiwa, menangkal berbagai macam penyakit merupakan pengaruh umum yang dirasakan orang-orang yang menjadi objek penelitiannya. Penemuan sang dokter ahli jiwa ini tidak serampangan. Penelitiannya ditunjang dengan bantuan peralatan elektronik terbaru untuk mendeteksi tekanan darah, detak jantung, ketahanan otot, dan ketahanan kulit terhadap aliran listrik. Dari hasil uji cobanya ia berkesimpulan, bacaan Alquran berpengaruh besar hingga 97% dalam melahirkan ketenangan jiwa dan penyembuhan penyakit (Alsve dalam http://googlingworld.orgfree.com/?p=246).
Penelitian Dr. Al Qadhi ini diperkuat pula oleh penelitian lainnya yang dilakukan oleh dokter yang berbeda. Dalam laporan sebuah penelitian yang disampaikan dalam Konferensi Kedokteran Islam Amerika Utara pada tahun 1984, disebutkan, Al-Quran terbukti mampu mendatangkan ketenangan sampai 97% bagi mereka yang mendengarkannya (Alsve dalam http://googlingworld.orgfree.com/?p=246).
Kesimpulan hasil uji coba tersebut diperkuat lagi oleh penelitian Muhammad Salim yang dipublikasikan Universitas Boston. Objek penelitiannya terhadap 5 orang sukarelawan yang terdiri dari 3 pria dan 2 wanita. Kelima orang tersebut sama sekali tidak mengerti bahasa Arab dan mereka pun tidak diberi tahu bahwa yang akan diperdengarkannya adalah Al-Qur’an. Penelitian yang dilakukan sebanyak 210 kali ini terbagi dua sesi, yakni membacakan Alquran dengan tartil dan membacakan bahasa Arab yang bukan dari Alqur’an. Kesimpulannya, responden mendapatkan ketenangan sampai 65% ketika mendengarkan bacaan Al-Quran dan mendapatkan ketenangan hanya 35% ketika mendengarkan bahasa Arab yang bukan dari Al-Qur’an (Alsve dalam http://googlingworld.orgfree.com/?p=246).
Dari uraian-uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa hikmah membiasakan membaca al-Quran terhadap pembentukan kepribadian remaja adalah dapat meredam kebimbangan dan keraguan yang dirasakan oleh remaja sebagai orang yang berada pada masa transisi, sehingga mereka tumbuh menjadi manusia yang bersahaja dan bijaksana dalam melakukan tidakan.

D.    Fungsi Cinta terhadap Rasulullah SAW dalam Pembentukan Kepribadian Remaja
Kecintaan pada Rasulullah SAW merupakan perwujudan bentuk persaksian umat Islam yang kedua yaitu kesaksian akan Muhammad SAW selaku utusan Allah yang diturunkan ke bumi ini. Para ulama besar terdahulu dan penerusnya telah berupaya untuk mencurahkan perhatiannya yang cukup serius dalam menanamkan kecintaan anak pada Nabi SAW yang menjadi contoh teladan terbaik dalam seluruh ummat manusia di muka bumi ini. Sebab apa bila telah tertanam dalam jiwa anak kecintaannya pada Nabi SAW, akan menambah kecintaan anak pada agama Allah.
Kecintaan terhadap Rasulullah SAW. pada diri remaja memiliki fungsi keteladanan. Teladan dalam bahasa Arab adalah "al-uswah" yang berarti contoh. Keteladanan menurut al-Manawi' adalah "kondisi di mana seseorang diikuti oleh orang lain, apakah perilakunya baik atau buruk, mendatangkan keuntungan atau malapetaka". Sedangkan Syeikh Muhammad Amin Asy-Syinqithi berkata bahwa "al-uswah" sama maknanya dengan "al-qudwah", yang berarti mengikuti orang lain dengan segala sifat, akhlak, dan perilaku yang ia miliki, baik atau buruk (Yusuf, 2003 : 22).
Syeikh Shalih bin Hamid sebagaimana dikutip Yusuf (2003 : 24), menyebutkan bahwa "al-uswah" (keteladanan) mengandung dua sisi pada manusia, yakni kebaikan dan keburukan. Kebaikan diperoleh dengan mengikuti pelaku dan keutamaan yang terkait dengan perkara yang baik serta utama. Sementara keburukan adalah berjalan di atas jalan yang hina, mengikuti, dan meneladani pelaku keburukan tanpa ilmu sedikitpun.
Urgensi keteladanan dapat meliputi hal-hal berikut ini :
1.      Keteladanan yang hidup dan sampai pada batas kesempurnaan akan berpengaruh besar pada diri orang yang menyaksikannya, menciptakan kekaguman, penghargaan, dan cinta kepadanya.
2.      Al-Qudwah al-Hasanah (contoh yang baik) akan menciptakan ketenangan dalam jiwa orang lain dan untuk mencapai akhlak yang mulia serta keutamaan seperti itu adalah sesuatu yang memungkinkan.
3.      Orang-orang yang melihat keteladanan pada diri seseorang akan memandangnya dengan antusias, jeli, dan penuh perhatian, tanpa ia ketahui.
Sesungguhnya Islam telah menjadikan kepribadian Nabi Muhammad saw. sebagai teladan abadi dan aktual bagi pendidik dan generasi muda sehingga setiap kali kita membaca riwayat beliau, semakin bertambahlah kecintaan dan hasrat kita untuk meneladani beliau. Yang perlu kita garis bawahi, Islam tidak menyajikan keteladanan ini untuk menunjukan kekaguman yang negatif atau perenungan yang terjadi dalam alam imajinasi belaka. Islam menyajikan keteladanan ini agar manusia menerapkan suri teladan itu pada dirinya sendiri. Setiap orang harus mengambilnya sesuai dengan kesanggupan dan bersabar dalam menggapai puncak perolehannya. Demikianlah, keteladanan dalam Islam senantiasa tergambar dan terlihat jelas sehingga tidak dapat beralih menjadi imajinasi kecintaan spiritual tanpa dampak yang nyata. Barangkali yang mempermudah transfer keteladanan itu ialah kesiapan peniruan yang menjadi karakteristik manusia.
Pada hakikatnya, peniruan itu berpusat pada tiga unsur berikut ini :
1.      Kesenangan untuk meniru dan mengikuti. Lebih jelasnya hal itu terjadi pada anak-anak dan remaja. Mereka terdorong oleh keinginan samar yang tanpa disadari membawa mereka pada peniruan gaya bicara, cara bergerak, cara bergaul, atau perilaku-perilaku lain dari orang yang mereka kagumi. Masalah timbul ketika mereka bukan hanya meniru hal-hal yang positif.
2.      Kesiapan untuk meniru. Setiap periode usia manusia  memiliki kesiapan dan potensi yang terbatas untuk periode tersebut. Biasanya, kesiapan untuk meniru muncul ketika manusia tengah mengalami berbagai krisis, kepedihan sosial, dan kepedihan yang lainnya. Dari sanalah, manusia-manusia itu mencari anutan atau pemimpin yang seluruh perilaku individual dan sosialnya akan ditiru. Begitulah kondisi lemah dapat membawa manusia pada peniruan terhadap pihak-pihak yang lebih kuat sehingga seseorang senantiasa meniru pimpinannya dan seorang anak meniru ayahnya serta anak didik meniru pendidiknya. Ibnu Khaldun sebagaimana dikutip Abdurrahman an-Nahlawi (1995:265), dalam Muqadimah-nya mengingatkan kita pada konsep tersebut melalui argumen dan fakta sejarah yang menunjukkan hal itu. Sementara itu, kecenderungan meniru seharusnya dapat diketahui lebih awal karena Nabi Muhammad SAW. telah mengingatkan kita untuk mewaspadai hal-hal negatif yang terkandung dalam sikap meniru tersebut, terutama jika tujuan peniruan itu sendiri tidak jelas.
3.      Setiap peniruan terkadang memiliki tujuan yang sudah diketahui oleh si peniru atau bisa jadi juga tujuan itu sendiri tidak jelas, bahkan tidak ada. Di kalangan anak-anak, peniruan cenderung bersifat didorong oleh tujuan hidup yang difensif, yaitu kecenderungan mempertahankan dunia individual karena seolah-olah dia berada di bawah individu yang kuat dan perkasa, yang membuat orang lemah menirunya. Dari peniruan ini, dia merasa memperoleh kekuatan dan keperkasaan, yaitu sejenis kekuatan individu yang menjadikan orang lain kagum sehingga menirunya dalam segala hal. Kegiatan meniru itu akan meningkat menjadi kegiatan berfikir yang memadukan kesadaran, keterkaitan, peniruan, dan perasaan bangga jika pada perkembangan kesadaran dalam peniruannya meningkat.
Peniruan yang berkesadaran meningkat menjadi ittiba' yang jenisnya akan terus meningkat bila disertai petunjuk atau pengetahuan tentang tujuan dan cara peniruan. Sehubungan dengan konsep ini, Allah swt. telah berfirman dalam surat Yusuf:
قُلْ هَذِهِ سَبِيلِي أَدْعُو إِلَى اللَّهِ عَلَى بَصِيرَةٍ أَنَا وَمَنِ اتَّبَعَنِي وَسُبْحَانَ اللَّهِ وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (يوسف : 108)

Katakanlah: "Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.  (Depag RI, 2004:365)

E.     Fungsi Kebiasaan Membaca al-Quran dalam Pembentukan Kepribadian Remaja
Kata membaca berasal dari kata ’Iqra’ yang kata dasarnya adalah ’Qaraa’. Kata ’Iqra’ merupakan kata dari bahasa Arab yang berarti ’bacalah’. Bagi umat Islam, perintah membaca sudah diperintahkan oleh Allah swt dengan turunnya surat Al-’Alaq ayat satu sampai dengan lima.
اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ (1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (2) اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ (3) الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ  
Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui (Depag RI, 2004:1079)
Ayat di atas merupakan perintah pertama dari Allah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Perintah ini diturunkan agar umat Islam sadar akan pentingnya membaca. Membaca merupakan proses pemberdayaan mereka. Dengan membaca mereka dapat mengembangkan ilmu yang mereka miliki, dan dengan membaca mereka dapat membangun peradaban yang ada.
Al-Quran didefinisikan sebagai kalam Allah SWT, yang diturunkan (diwahyukan) kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara malaikat Jibril, yang merupakan mukzijat, yang diriwayatkan secara mutawattir, yang ditulis di mushaf, dan membacanya adalah ibadah.
Seorang Ulama besar, yang bernama Ibnu Shalah dalam karya terbesarnya di bidang ilmu hadits menyatakan‚
”Membaca Al-Quran merupakan satu kemuliaan yang diberikan Allah SWT, kepada umat manusia. Sesungguhnya para malaikat tidak diberi kemuliaan itu. Mereka amat merindukan diberi kemuliaan tersebut agar dapat mendengarkannya.” (Ibnu Shalah, tt:291)
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa kegiatan membaca merupakan satu kemuliaan yang telah Allah SWT berikan kepada umat manusia, karena sesungguhnya hanya manusia yang diberikan kelebihan oleh Allah swt untuk dapat membacanya.
Kita ketahui bahwa manusia ketika dilahirkan dalam keadaan fitrah (suci) atau dianugrahi potensi untuk menerima kebaikan dan keburukan. Potensi tersebut dapat dikembang tergantung pada proses pendidikan yang diterimanya. Hal ini sebagaimana telah dinyatakan oleh Nabi Muhammad SAW, dalam salah satu haditsnya yaitu,
كُلُّ مَوْلُوْدٍ يُوْلَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ أَوْ يُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ
Setiap anak itu dilahirkan dalam keadaan fitrah, hanya orang tuanyalah
yang akan menajdikannya seorang Yahudi, Nasrani, atau Majusi.
Hatinya suci dan bersih bagaikan kertas putih yang tanpa noda, jauh dari goresan dan gambaran-gambaran. Anak akan menerima setiap apa yang digoreskan di atasnya, dan akan cenderung kepada apa yang membuat cenderung kepadanya.
Apabila anak dibiasakan kepada suatu kebaikan maka anak akan tumbuh pada kebaikan dan mendapatkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan apabila anak dibiasakan berbuat kejahatan maka anak akan tumbuh dan terbiasa dengan kejahatan.
Masa remaja merupakan masa pencarian jati diri dan pembentukan karakter. Apabila seorang anak remaja dibiasakan untuk melakukan sesuatu yang kurang baik dan kemudian hal tersebut telah menjadi kebiasaannya, maka sulit baginya untuk meluruskannya kembali. Sebagaimana pepatah bijak menyatakan,
مَنْ شَبَّ عَلَى شَيْءٍ شَابَ عَلَيْهِ
Barangsiapa membiasakan sesuatu semenjak kecil maka dia akan terbiasa dengannya hingga dewasa.
Berdasarkan pepatah di atas maka dirasakan penting untuk membiasakan anak remaja kepada hal-hal yang baik. Pembiasaan baik tersebut dapat dilakukan dengan memberikan pengajaran Al-Quran. Pengajaran Al-Quran dapat dilakukan melalui upaya menanamkan kegemaran terhadap membaca Al-Quran.
Pentingnya pengajaran membaca Al-Quran untuk diberikan sejak masa kanak-kanak ini telah dijelaskan oleh Ibnu Khaldun bahwa pengajaran Al-Quran merupakan fondasi seluruh kurikulum pendidikan di dunia Islam, karena Al-Quran merupakan syiar agama yang mampu menguatkan aqidah dan mengokohkan keimanan. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Khaldun, Al-Ghazali juga menekankan pentingnya anak untuk dididik Kitab Suci Al-Quran. Dengan menanamkan kecintaan anak terhadap terhadap Al-Quran sejak dini, maka kecintaan itu akan bersemi pada masa dewasanya kelak, mengalahkan kecintaan anak terhadap hal yang lainnya. Karena masa kanak-kanak itulah masa pembentukan watak yang utama. (Syarifuddin, 2004; 61)
Selain beberapa pendapat yang telah dijelaskan di atas, pentingnya pengajaran membaca Al-Quran telah dijelaskan pula oleh Rasulullah SAW. dalam sabdanya,
أَدِّبُوْا أَوْلاَدَكُمْ عَلَى ثَلاَثِ خِصَالٍ حُبِّ نَبِيِّكُمْ وَأَهْلِ بَيْتِهِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ (رواه الديلمي عن علي)
Didiklah anak-anak kalian dengan tiga hal; mencinta nabimu dan ahli baitnya (keluarganya), serta dengan membaca al-Quran (HR. Al-Dailamy dari ’Aly) (al-Sayyid Ahmad al-Hasyimy, t.th.:7-8).
Dalam hadits lain Rasulullah SAW. bersabda,
مِنْ حَقِّ الْوَلَدَ عَلَى الْوَالِدِ ثَلاَثَةُ أَشْيَاءَ: أَنْ يُحْسِنَ اسْمَهُ إِذَا وَلَدَ، وَيُعَلِّمَهُ الْكِتَابَ إِذَا عَقَلَ وَيُزَوِّزَهُ إِذَا أَدْرَكَ (رواه أحمد)
Hak anak atas orang tuanya ada tiga, yaitu: memilihkan nama yang baik ketika baru lahir, mengajarkan kitabullah Al-Quran ketika mulai bisa berpikir dan menikahkan ketika telah dewasa (HR Ahmad).
Berdasarkan hadits dan pendapat Ibnu Khaldun dan Al-Ghazali, telah dijelaskan bahwa belajar membaca Al-Quran merupakan suatu kewajiban bagi umat Islam. Oleh karena itu, sebaiknya belajar membaca Al-Quran mulai ditanamkan dan diajarkan pada anak-anak sejak usia dini, dengan harapan kelak mereka mempunyai kegemaran untuk membaca Al-Quran.
Al-Quran diibaratkan oleh sahabat Abdullah bin Mas’ud sebagai jamuan Tuhan. Sebagaimana jamuan, maka jamuan tersebut akan dinikmati kelezatannya. Jika jamuan telah tersedia dan dibiarkan begitu saja, maka itu akan menjadi suatu kerugian dan penyesalan di kemudian hari. Begitu pula dengan Al-Quran sebagai jamuan Tuhan. Al-Quran hendaknya dikaji, dibaca, dan dipahami oleh kaum muslimin. Untuk mengkaji, membaca, dan memahami Al-Quran, maka yang harus dilakukan adalah belajar, seperti belajar mengerti hurufnya, belajar membaca, dan belajar menulis huruf Al-Quran. (Syarifuddin, 2004; 40).
Meski sekedar belajar membaca huruf Al-Quran, Allah SWT. telah memberikan pahala bagi mereka yang telah membacanya. Sedangkan bagi seseorang yang membaca Al-Quran meski masih gagap, tidak fasih, susah, dan tidak lancar, maka Allah SWT akan memberikan kepada mereka dua nilai pahala, asalkan mereka mau belajar dan terus berupaya untuk memperbaiki bacaannya. Sebagaimana Rasulullah SAW bersabda,
الْمَاهِرُ بِالْقُرْآنِ مَعَ السَّفَرَةِ الْكِرَامِ الْبَرَرَةِ وَيَتَتَعْتَعُ فِيْهِ وَهَوُ عَلَيْهِ شَاقٌّ لَهُ أَجْرَانِ (رواه البخاري ومسلم)
Orang yang mahir dalam membaca Al-Quran akan berkumpul beserta para malaikat yang mulia-mulia dan baik, sedangkan orang yang membaca Al-Quran secara ’gagap’ dan susah, maka baginya diberikan dua pahala. (HR. Bukhari dan Muslim)
Oleh karena itu kita sebagai seorang muslim hendaknya selalu dapat membaca Al-Quran pada setiap kesempatan, karena dalam Al-Quran terdapat banyak sekali keutamaan-keutamaan yang dapat kita peroleh. Diantara keutamaan dari membaca Al-Quran adalah sebagai berikut:
Pertama, membaca Al-Quran bernilai pahala. Kegiatan membaca Al-Quran merupakan suatu ibadah yang persatu hurufnya dinilai satu kebaikan, dan ini dapat dilipat gandakan hingga sepuluh kebaikan. Sebagaimana sabda Nabi saw, yang diriwayatkan oleh Al-Hakim,
مَنْ قَرَأَ حَرْفًا مِنْ كِتَابِ اللهِ فَلَهُ بِهِ حَسَنَةٌ وَالْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا لاَ أَقُوْلُ الم وَلاَمٌ حَرْفٌ وَمِيْمٌ حَرْفٌ (رواه الحاكم)
Barangsiapa membaca satu huruf (aksara) dari Al-Quran maka baginya satu kebaikan, dan satu kebaikan itu dilipatgandakan menjadi sepuluh kali. Aku tidak mengatakan Alif Laam Miim satu huruf, melainkan Alif satu huruf, Laam satu huruf, dan Miim satu huruf. (HR. Al-Hakim)

Kedua, Al-Quran sebagai obat (terapi) jiwa yang gundah. Membaca Al-Quran tidak hanya suatu ibadah, namun bisa juga menjadi obat penawar jiwa yang gelisah. Allah swt berfirman,
وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْآَنِ مَا هُوَ شِفَاءٌ وَرَحْمَةٌ لِلْمُؤْمِنِينَ (الإسرا:82)
Dan Kami turunkan dari Al-Quran suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman... (Depag RI, 2004:437)
Hal ini sesuai dengan pernyataan para ulama ahli terapi hati. Mereka menyebutkan salah satu obat hati yang utama adalah adalah membaca Al-Quran dengan khusyu’. Orang yang membaca Al-Quran secara khusyu’ sama halnya mereka sedang berkomunikasi dengan Allah Swt. Dengan berkomunikasi itu, seseorang yang membaca Al-Quran jiwanya akan menjadi tenang dan tentram.
Rasa tenang dan tentram dapat dirasakan oleh orang yang sedang gelisah kemudian telah berkomunikasi dengan orang lain. Sebagaimana saran yang diberikan oleh para psikolog bahwasannya bagi orang-orang yang jiwa sedang gelisah dan tengah menanggung beban berat, maka sebaiknya ia berkomunikasi dengan orang lain dari hati ke hati, agar beban yang ditanggungnya dapat berkurang (Syarifuddin, 2004:47).
Ketiga, membaca Al-Quran dapat memberikan syafaat. Disaat umat manusia sedang diliputi kegelisahan pada hari kiamat kelak, maka Al-Quran akan hadir dan memberikan pertolongan bagi orang-orang yang senantiasa membacanya di dunia. Sebagaimana sabda Rasulullah saw,
إِقْرَءُوْا الْقُرْآنَ فَإِنَّهُ يَأْتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ شَفِيْعًا ِلأَصْحَابِهِ (رواه مسلم)
Bacalah Al-Quran karena sesungguhnya ia pada hari kiamat akan hadir
memberikan pertolongan kepada orang-orang yang membacanya. (HR. Muslim)
Keempat, Al-Quran menjadi nur di dunia sekaligus menjadi simpanan di akhirat. Dengan membaca Al-Quran, maka muka seorang muslim akan tampak ceria dan berseri-seri. Mereka akan tampak anggun dan bersahaja karena mereka sering membaca Al-Quran. Sedangkan seseorang yang gemar membaca Al-Quran, akan dibimbing oleh Al-Quran dalam meniti jalan kehidupan yang lurus. Selain itu, orang yang gemar membaca Al-Quran akan memperoleh kebahagiaan di akhirat kelak. Sabda Nabi saw,
عَلَيْكَ بِتِلاَوَةِ الْقُرْآنِ فِإِنَّهُ نُوْرٌ لَكَ فِى اْلأَرْضِ وَدُخْرٌ لَكَ فِى السَّمَاءِ (رواه ابن حبّان)
Bacalah selalu Al-Quran. Sesungguhnya ia akan menjadi cahaya bagimu di bumi dan menjadi simpanan bagimu di langit. (HR Ibnu Hibban)
Kelima, dengan membaca Al-Quran malaikat akan turun memberikan rahmat dan ketenangan. Jika Al-Quran dibaca oleh manusia, maka malaikat akan turun memberikan rahmat dan ketenangan bagi yang membacanya.
Seperti dikemukakan di atas, al-Qur`an hanya akan berpengaruh secara psikologis jika seseorang benar-banar mampu bersahabat akrab dengannya. Baik dengan membaca, menghayati dan mengamalkannya penuh keyakinan, disiplin dan berulang-ulang.
Membaca al-Qur`an dengan memahami maknanya melalui tafsir dan takwil (al-hikmah), akan menghasilkan potensi pencegahan, perlindungan dan penyembuhan banyak penyakit psikologis. Segala penyebab gangguan psikologis dan terganggunya eksistensi kejiwaan akan lenyap dengan menjadikan al-Qur`an sebagai pedoman hidup.
Ketika seseorang mampu menjadikan al-Qur`an sebagai pedoman hidup, berarti ia telah memiliki kepribadian Qur’ani. Kepribadian semacam ini diperoleh ketika seseorang telah berhasil mentransformasikan isi kandungan al-Qur`an ke dalam dirinya, untuk kemudian diinternalisasikan dalam kehidupan nyata. Proses transformasi dan internalisasi tersebut harus tercermin dalam semua dimensi nilai-nilai al-Qur`an. Yaitu dimensi i’tiqâdiyah (keimanan), khuluqiyyah (etika), dan ’amaliyyah (perilaku).

No comments:

Post a Comment